Tanggal 31 Mei, sebuah hari besar yang diperingati oleh dunia sebagai "World No Tobacco Day"
Saya yakin semua sudah tahu, maka tidak akan saya jelaskan lagi.
Sudah sangat jelas bahwa akhirnya permasalahan rokok ini seperti menjadi peperangan antara dunia industri rokok dengan dunia kesehatan.
Saya sendiri mungkin tidak bisa berpihak pada industri rokok, karena saya adalah mahasiswa kedokteran yang tentunya harus mendukung dunia kesehatan.
Tapi saat ini, sebagai pendukung dunia kesehatan pernahkah kita mencari siapa yang sesungguhnya kita lawan?
Ada yang mengatakan bahwa lawan kita adalah para perokok.
Mereka merupakan konsumen yang tidak sadar akan kesehatan mereka sendiri.
Saya setuju, namun apakah mereka harus kita hentikan?
Tidak bisa! Teriak para perokok..
Lalu timbul pembelaan bahwa merokok adalah hak asasi manusia, dan dari dunia medis maka melawan alasan itu dengan menghirup udara yang sehat pun adalah hak asasi manusia.
Sehingga akhirnya dalam perlawanan terhadap rokok sudah mulai ada pergeseran paradigma.
Yang awalnya melawan para perokok, akhirnya saat ini lebih ke arah melindungi orang2 yg tidak merokok dari ancaman menjadi perokok pasif.
Apa wujud nyatanya?
Yaitu berupa kawasan bebas asap rokok, penyediaan smoking room, penyuluhan tentang merokok dengan bijak agar tidak membuat orang lain menjadi perokok pasif.
Saya tetap setuju! Itu berarti dengan membuat semua perokok menjadi perokok yang bijak dan melindungi orang-orang yang tidak merokok maka masalah akan selesai?
Ternyata tidak, perokok bijak mayoritas diperuntukkan orang-orang dewasa yang sudah memiliki tanggungjawab dan pandangan yang baik terhadap sesuatu.
Tapi bagaimana dengan kader-kader perokok di masa depan? Apakah mereka yang duduk di bangku SD, SMP, SMA bisa merokok dengan bijak?
Sepertinya tidak, karena bagi mereka ada paradigma yang salah tentang bagaimana lelaki harus merokok, merokok itu macho, dan pencair suasana dalam pergaulan.
Artinya kader-kader perokok ini harus segera dipotong kaderisasinya.
Akhirnya timbulah peraturan2 yang melarang merokok di sekolahan, agar anak sekolah tidak merokok lagi.
Saya juga tetap setuju! Tapi apakah masalah sudah berakhir?
Belum, masalah belum berakhir, karena di luar sekolah pengaruh yang lebih besar di berbagai media dan lingkungan pergaulan mereka, bahkan keluarga mereka sendiri membuat mereka tetap menjadi perokok.
Jadi siapa yang seharusnya kita lawan?
Pada permasalahan ini akhirnya sampailah ke tataran pemerintah dan petinggi-petinggi dari industri rokok.
Ini adalah kesalahan mereka yang membiarkan iklan-iklan rokok terpampang sedemikian rupa bebasnya.
Begitu besar ukurannya, begitu menarik apa yang ditampilkan, begitu murah harganya, dan begitu mudahnya didapatkan oleh berbagai kalangan di semua usia. Maka para pendukung dunia kesehatan melakukan berbagai upaya kepada pemerintah untuk mendesak industri rokok.
Seperti mendesak hal-hal sebagai berikut:
- Harga rokok harus naik dan dikenakan pajak yang besar sehingga membatasi pembeli
- Iklan rokok di media elektronik tidak boleh disiarkan pada primetime
- Iklan rokok di media cetak dibatasi ukurannya
- Penjualan rokok harus dibatasi umur
- Bungkus rokok tidak hanya diberi peringatan "merokok dapat..." tapi juga gambar penderita penyakit terkait rokok yang sudah sangat parah
Dari sekian banyak masalah, subyek yang kita lawan, dan juga berbagai macam solusinya, mari kita lihat lagi ke atas.
Hari apakah yang kita rayakan saat ini?
Hari tanpa apa sedunia?
Jawabannya adalah "Tembakau".
Yang ingin saya tanyakan sekali lagi, sejak saya mulai membahas permasalahan di atas (setelah gambar tentang HTTS), pernahkan ada kata tembakau dalam semua permasalahan dan apa yang kita hadapi?
Tidak, saya mulai menyebutkan tembakau lagi sejak saya menanyakan "Hari tanpa apa sedunia?"
Dan anehnya, dengan segala paradigma tentang perlawanan dunia kesehatan terhadap industri rokok,
mengapa kita masih saja merayakan "Hari Tanpa Tembakau Sedunia"?
Apa yang salah dengan tembakau? Apakah memang tanaman tembakau yang menjadi musuh utama kita sehingga Tembakau harus dimusnahkan dari Indonesia?
Jika memang seperti itu, mari kita berikan musuhi saja tembakaunya, dan kita minta dengan jelas bahwa adanya larangan menanam tembakau di Indonesia.
Mari kita ilegalkan tanaman tembakau layaknya ganja.
Pasti itu bisa menjadi solusi yang paling dasar.
Memang di zaman sekarang yang serba sulit, kita sebagai bangsa Indonesia sepertinya sulit sekali untuk mengenali jati dirinya. Kita termakan oleh sebuah isu globalisasi ini, globalisasi itu.
Bahkan dalam sebuah perayaan hari besar saja, kita seolah sebagai negara yang sangat terbuka terhadap globalisasi ikut-ikutan saja merayakan World No Tobacco Day.
Kenapa? Apa mungkin karena WHO yang menghimbau..
Saya benar-benar ingin menanyakan,
Apa yang kita cari pada era globalisasi ini?
Apa yang kita cari dengan membuka diri pada dunia internasional?
Indonesia yang mengikuti semua perkembangan di dunia dan tanpa sadar menjadi boneka kapitalisme?
atau Indonesia yang punya sikap dan bisa bersuara di tatanan internasional?
Saya tidak anti terhadap tembakau.
Saya tidak mau tembakau hilang dari Indonesia.
Zat rutin dalam tembakau secara medis berpotensi menyembuhkan kanker.
Nikotin di dalamnya pun seringkali digunakan oleh dunia kesehatan sebagai obat.
Dunia kesehatan Indonesia tidak bersetru dengan tembakau, namun justru bersetru dengan rokok.
Harus disadari bahwa,
Rokok tidak sama dengan tembakau, walaupun rokok bahan dasarnya mayoritas berasal dari tembakau.
Saya tidak mau lagi meneriakkan hari ini sebagai "Hari Tanpa Tembakau Sedunia",
mari kita menjadi bangsa yang berjati diri dan kita teriakkan hari ini sebagai "Hari Tanpa Rokok Se-Indonesia".
HIDUP MAHASISWA!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!
-Soe Hok Gie-