Yang polisi diberitakan menjadi backing politik penguasa saat ini.
Yang tentara diberitakan selingkuh dengan selebriti.
Yang dokter diberitakan menerima gratifikasi (suap) dari farmasi.
Yang DPR atau kepala daerah melakukan korupsi.
Yang apapun lah pekerjaannya, semua sudah pernah diberitakan dengan berita yang menjelekkan citra profesi/pekerjaannya.
Sebejat itu kah bangsa kita..?
Semua pihak marah setelah membaca pemberitaan tersebut.
Ada yang mengutuk polisi, ada yang mencibir tentara, ada yang siap-siap menuntut dokter,
Ada yang sudah putus asa untuk mengikuti pilkada, memutuskan untuk golput saja.
Sekali lagi saya tanya,
Sebejat itu kah bangsa kita..?
Mungkin memang betul,
bahwa ada polisi yang menjadi backing politik penguasa saat ini.
Tapi apa semua polisi seperti itu?
Apa kita yakin bahwa semua tentara mentalnya bejat, sehingga tidak setia dengan istrinya?
Apa kita yakin bahwa semua dokter menerima suap dari pabrik farmasi?
Apa kita yakin bahwa semua anggota DPR dan kepala daerah melakukan praktek korupsi?
Sementara kita mengejek kepolisian yang telah disusupi oleh kepentingan politik, ada seorang polisi yang sedang berusaha mengamankan penduduk dari kelompok santoso di poso.
Saat bertugas polisi tersebut tertembak oleh kelompok santoso dan meninggal karena kehabisan darah.
(http://news.detik.com/berita/2996682/perwira-polisi-tewas-dalam-baku-tembak-dengan-kelompok-santoso-di-poso)
Sementara kita bergunjing tentang tentara yang selingkuh dengan selebriti,
ada seorang prajurit yang ditempatkan di papua untuk menjaga tanah airnya.
Saat berpatroli ditembah mati oleh kelompok sipil bersenjata.
(http://www.merdeka.com/peristiwa/lagi-tentara-tewas-ditembak-kelompok-sipil-bersenjata-di-papua.html)
Sementara kita sedang memblow-up dokter-dokter yang menerima suap dari pihak farmasi,
Ada seorang dokter di usianya yang masih belia harus mengabdi pada tanah air di daerah yang sangat terpencil.
dr.Dionisius Giri Samudra (biasa dipanggil dr.Andra),
Baru berjalan 6 bulan bertugas di sana, harus kehilangan nyawa karena tidak adanya transportasi yang memadai.
Tanggal 11 November, Pukul 10.00 WIB, saya mendapat info terkait kondisi kritisnya saat itu.
Tanggal 11 November, Pukul 15.00 WIB, tranportasi sudah ada, tapi dr.Andra tidak transportable.
Tanggal 11 November, Pukul 16.00 WIB, dr.Andra kondisi terintubasi (bantuan nafas menggunakan alat)
Tanggal 11 November, Pukul 17.00 WIB, dr.Andra telah meninggal dunia dengan diagnosis Encephalitis Post Morbili pada pukul 18.18 WIT (Waktu Indonesia Timur).
Sedih sekali mengetahui bahwa satu lagi dokter meninggal di tempat bertugas, apalagi di usia yang masih muda.
(Info terkait: http://health.liputan6.com/read/2363459/virus-campak-renggut-nyawa-dokter-muda-di-kepulauan-aru)
Satu lagi? Apa masih ada yang lain?
dr. Dhanny Elya Tangke,
Penyebabnya pun sama karena terbatasnya transportasi saat cuaca memburuk, sehingga terlambat untuk ditangani dan dirujuk.
(info terkait http://health.liputan6.com/read/2232544/terserang-malaria-dokter-ptt-meninggal-di-papua)
Saya tidak bermaksud membeda-bedakan antara pekerjaan masing-masing, saya rasa semua pekerjaan mulia tergantung niatnya.
Namun mari kita lihat tentara dan polisi.
Mereka abdi negara,
Pendidikan mereka gratis dibiayai oleh negara,
Mereka bersedia ditempatkan dimanapun oleh negara,
Diberangkatkan berperang pun harus mau karena nyawa mereka milik negara,
Gaji, tunjangan, dan rumah dinas difasilitasi oleh negara,
Dan mereka meninggal saat mengabdi pada negaranya..
Sungguh sangat mengagumkan..
Sekarang mari kita lihat dokter.
Mereka bukan abdi negara,
Pendidikan mereka dibayar mahal oleh keringat orang tua mereka,
Mereka tidak ada kewajiban untuk ditempatkan di daerah terpencil (http://www.depkes.go.id/article/view/15061000001/klarifikasi-siaran-pers-pb-ikatan-dokter-indonesia-idi-menyikapi-wafatnya-dokter-ptt.html),
Gaji dokter program internsip 2,5 Juta per bulannya,
Dan mereka meninggal karena penyakit yang tidak ditangani secara tepat karena keterbatasan daerah tempatnya bertugas.
Sungguh sangat menyedihkan..
Setelah mendengar pemberitaaan ini secara tidak langsung ada banyak hal yang berubah di keluarga saya.
Jujur selama beberapa bulan terakhir ini saya sedang mengusahakan agar memperoleh izin untuk berangkat PTT di daerah NTT.
Bahkan saya sudah mencari teman untuk berangkat PTT ke NTT bersama-sama.
Sebelum adanya pemberitaan ini orang tua saya sudah cukup terbuka pemikirannya untuk mengizinkan saya berangkat PTT.
Namun setelah mengetahui tentang berita ini, semua banyak berubah.
Orang tua saya seolah mulai ada walaupun sedikit rasa berberat hati untuk melepaskan saya,
Apalagi saya adalah anak tunggal.
Di sisi lain, saya yang awalnya sudah mempunyai niatan juga menjadi takut.
Bagaimana nasib saya nanti setelah ditempatkan sebagai dokter PTT di daerah terpencil? Bagaimana nasib istri dan anak saya?
Apakah nasib saya bisa lebih baik dengan 2 sejawat saya di atas?
Menurut saya bagaimanapun restu dari orang tua adalah yang utama.
Karena rahmat dan keberkahan dari Allah SWT akan menyertai saya jika izin orang tua telah diberikan.
Sama sekali bukan pemandangan yang menyenangkan saat membayangkan seorang dokter yang tidak diizinkan orang tuanya berangkat ke tempat bertugas,
Akhirnya meninggal karena kecelakaan yang dialami dalam perjalanan sebelum sempat sampai di tempatnya bertugas.
Memang betul maut adalah takdir dari Allah SWT yang tidak bisa dihindari.
Tetapi bagaimanapun juga restu orang tua adalah yang paling utama bagi seorang anak untuk menjalani hidupnya.
Saya paham bahwa tidak semua dokter mau mengabdi di daerah terpencil,
Tapi saya masih ingin mencoba.
Saya paham tidak semua orang tua bisa merelakan anaknya ditempatkan di daerah terpencil,
Tapi saya harap orang tua saya bisa memberikan restunya pada saya.
Saya juga paham bahwa tidak semua polisi bobrok ulahnya.
Tidak semua tentara bejat mentalnya.
Tidak semua anggota DPR korup dan bodoh.
Tidak semua kepala daerah cuma obral janji waktu pilkada.
Termasuk tidak semua dokter menerima suap dari pabrik farmasi.
Semua kesalahan terjadi pada saat kita mengganti kata "Tidak Semua" menjadi kata "Semua".
Sesungguhnya generalisir dan stereotipik adalah sebuah tindakan memfitnah orang lain,
Karena tidak semua orang sama.
Masih ada tersisa orang di negeriku Indonesia ini yang bertahan dengan idealismenya walaupun perih..
Yang terakhir,
tidak semua Hari Kesehatan Nasional bisa dirayakan dengan suka cita.
Dan satu-satunya ucapan "Selamat" untuk hari ini adalah:
Perjuangan dalam kehidupanmu yang singkat akan diwarisi oleh dokter-dokter di Indonesia hingga kemenangan yang abadi nanti.