dan mungkin akan sangat rasis.
Tapi tidak ada satupun niatan untuk menghina dan mendiskriminasikan salah satu ras.
Ini benar-benar ungkapan apa yang saya rasakan, dan tidak ada untuk niatan untuk menyinggung siapapun.
Kapan hari di jalanan surabaya saya melihat anak-anak jualan sari kedelai.
Dan saya lihat anaknya dari ras tionghoa.
Siang itu panas benar-benar terik.
Nggak kayak di malang yang katanya hujan seharian, di surabaya waktu itu benar-benar kering dan panas.
Saya lihat anak itu benar-benar menjajakan sari kedelainya dengan sungguh-sungguh.
Dia di jalan sendirian, tidak ada temannya.
Berkeringat, mengusap dahinya, sambil terus menawarkan ke mobil-mobil di belakang saya yang juga menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau.
"Mam itu anak cina ya..?"
"Iya dek! Kenapa?" Tanya mama balik.
"Nggak papa sih, kasihan ya.."
Ada yang aneh, entah kenapa sekian kali saya melihat banyak anak yang berjualan di lampu merah, kenapa saya justru merasa iba dengan yang satu ini..?
Dalam hati saya dan melihat wajah anak itu, saya benar-benar bisa merasakan perjuangan yang dia lakukan.
Entah kenapa begitu kenanya ke dalam hati, sampai terucap dari mulut.
Agak menyesal juga saya tidak memberikan sesuatu pada anak itu dan membiarkan dia lewat begitu saja.
Lagi-lagi yang ingin saya tanyakan pada diri saya sendiri, kenapa saya merasa kasihan?
Kenapa saya merasa menyesal membiarkan dia lewat begitu saja?
Setelah saya merenung, tampaknya saya mendapatkan pencerahan.
Ada yang salah memang dengan imej para penjual makanan/barang di lampu lalu lintas.
Di malang terutama, saya melihat para loper koran, penjual kacang, kerupuk, hiasan mobil,
Mayoritas bergaya preman.
Mayoritas berjualan ramai-ramai bersama teman-temannya.
Nggak jarang terjadi saling bercanda antar mereka, dorong-dorong sampai mengenai mobil atau sepeda motor yang sedang menunggu lampu lalu lintas.
Dandanan mereka yang bersifat mengintimidasi, cara menjajakan yang acuh tak acuh.
Semua itu bercampur aduk hingga menimbulkan imej yang tidak baik di mata saya.
Dan lebih parahnya lagi nggak jarang saya mendapati kumpulan mereka setelah selesai "bekerja" di lampu merah uangnya mereka gunakan untuk minum miras, merokok, dan hal-hal lain yang mungkin tidak pernah saya dapati mereka melakukannya.
Sekali lagi bukan bermaksud rasis, tapi mereka kebanyakan justru dari ras pribumi.
Tapi yang saya lihat di penjual susu kedelai yang dari ras tionghoa ini adalah sesuatu yang berbeda.
Tidak ada dandanan mengintimidasi dari dia.
Benar-benar terlihat murni hanya ingin menjual susu kedelai.
Entah kenapa dari hati saya yakin, tidak mungkin anak ini menggunakan uangnya yang dia dapatkan untuk merokok, minum miras, atau hal-hal mubadzir lainnya.
Saya merasa yakin bahwa uangnya pasti ditabung, dan sisanya digunakan untuk modal berjualan berikutnya.
Bahkan ada sebuah optimisme tentang masa depan cerah anak ini nanti sebagai seorang pengusaha.
Dasar rasis kamu Er!
Ya saya memang rasis, karena jika kita mau memandang rasis dengan sebuah pandangan buruk, maka semua hal akan menjadi sangat rasis.
Kenapa harga Ipad hitam dibanding Ipad putih lebih mahal Ipad putih? Rasis itu! Diskriminasi warna hitam!
Kenapa BB hitam dengan BB putih juga lebih mahal BB putih? Rasis juga!
Bahkan sesuatu yang paling sederhana saja,
Kenapa pada permainan catur warna putih selalu jalan duluan? Rasis banget!
Mari kita pandang sesuatu dengan sudut pandang yang lebih baik!
Ya saya di sini membahas sesuatu menyangkut ras, tapi tidak berniat untuk mendiskriminasi siapapun.
Saya sangat mengacungi jempol untuk keistiqomahan ikhtiar dari ras tionghoa.
Jarang ada orang pribumi yang bisa menyamai mereka dalam hal istiqomahnya berikhtiar.
Dan saya merasa memang harus belajar banyak dari mereka.
Saya harus bisa lebih istiqomah lagi dalam berusaha maupun berdoa.
Jangan sampai saya sebagai anak pribumi justru menjadi preman yang bergaya intelek.
Naudzubillah, jangan sampai lah pokoknya.
Terimakasih banyak buat anak yg jualan susu kedelai kapan hari.
Benar-benar motivasi yang sangat tidak terduga dan memberi semangat dalam hidup..