Karena bukan gizi saja yang harus kita teriakkan, namun dengan memperhatikan status gizi rakyat Indonesia yang masih terbilang kurang. Sebetulnya ada sebuah keanehan di Indonesia ini. Orang kelaparan di tanah subur itu sangat-sangat lah ironis. Di tanah yang bisa menumbuhkan apapun dan ada orang yang kekurangan gizi. Jika di afrika yang tanahnya kering dan tandus menurut saya masih wajar.
Tapi Indonesia..?
Kapan hari saya melihat sebuah acara di TVRI yaitu mahasiswa berbicara (jika tidak salah). Mereka membahas tentang kemajuan teknologi pangan dan pembenihan di Indonesia. Di sana hadir perwakilan mahasiswa fakultas pertanian dan teknologi hasil pertanian dari bermacam universitas. Yang berada di panggung sbg pembicara untuk berdiskusi dengan stakeholder adalah dari UGM, UNPAD dan ITB. Stakeholdernya adalah dari ketua komisi di DPR, pengusaha benih yang terbesar di Indonesia, dan dari BATAN.
Sebuah fakta yang mecuat dalam diskusi itu yang sangat menarik adalah tentang anggaran negara Indonesia. Ternyata standar yang dimiliki oleh FAO (Food and Agricultural Organization) untuk sebuah negara dikatakan sbg negara agraris salah satunya adalah anggaran negara yang minimal 31% digunakan untuk sektor pertanian. Sedangkan Indonesia saat ini hanya mengalokasikan 6% dari anggarannya untuk sektor pertanian. Pertanyaannya apakah Indonesia masih boleh menyebut dirinya sebagai negara agraris..?
Menurut saya pribadi, sulit untuk menyebut Indonesia sebagai negara agraris melihat kenyataan yang seperti ini.
Walaupun saya adalah seseorang yang nantinya akan terjun di dunia medis, tapi saya tidak akan menafikkan bahwa sektor pertanian lah yang seharusnya menjadi motor penggerak utama negara ini. Dari pengamatan secara kasar saja sudah bisa kita dapatkan bahwa kecukupan gizi bisa didapatkan hanya lewat sektor pertanian.
Terutama bagi dunia medis, saya berani bilang juga bergantung pada sektor pertanian. Mengapa? Karena Indonesia saat ini sedang mempunyai masalah besar tentang tidak tersebarnya tenaga medis hingga pelosok. Pembangunan yang tidak merata, hanya terpusat di pulau jawa, itu pun terpusat di beberapa kota saja. Jika mau menilik ke zaman swasembada pangan Indonesia dulu, (tidak perlu melihat siapa pemimpinnya saat itu, saya hanya bicara tentang sistem bukan tokoh) Indonesia benar-benar bisa memaksimalkan pembangunan sampai ke pelosok daerah karena dengan sangat terarah pembangunan Indonesia sebagai negara agraris.
Jika kita kaitkan tentang tidak tersebarnya tenaga medis dengan tidak meratanya pembangungan Indonesia,
saya justru curiga apakah ini juga karena pengaruh mulai bergesernya fokus pembangunan dari sektor pertanian menuju ke arah sektor industri yang sifatnya tersentralisasi? Menurut saya pribadi alasan ini cukup masuk akal, walaupun tidak menghilangkan kemungkinan-kemungkinan lain yang menjadi penyebabnya. Sudah seharusnya Indonesia kembali pada jati dirinya yaitu menjadi negara agraris demi ketercukupan gizi masyarakatnya. Dan sudah seharusnya tenaga medis mendukung tentang ini, demi rakyat yang cukup gizi, demi meratanya pembangunan di Indonesia.
Terlebih lagi yang paling penting, tidak hanya mendukung, tapi nantinya kita harus bersedia untuk terjun ke masyarakat dan bersedia untuk disebar untuk membantu pemerataan pembangunan di Indonesia.
HIDUP RAKYAT INDONESIA!
NB:
Artikel ini juga dipublikasikan lewat website resmi ISMKI wilayah 4.
Link: http://www.wilayah-4.ismki.org/selamat-hari-gizi-nasional