"The Pleasure of Knowing Nothing"
Pernah nggak sih terjebak dalam situasi di mana nggak ada lagi orang yang bisa melakukan hal tersebut kecuali diri kita sendiri, padahal itu menyangkut kepentingan banyak orang?
Pernah nggak sih terbeban dengan hal yang entah kenapa cuma kita yang peduli, cuma kita yang tau permasalahannya, padahal mestinya ini bukan cuma urusan kita tapi juga orang lain?
Kadang saya berpikir,
Mungkin rasanya enak banget jadi orang yang ga merasakan apa-apa..
Gak terbeban apa-apa..
Gak mikirin apa-apa..
Gak tau apa-apa..
Sebetunya gampang aja sih.
Pura-pura aja kita gak tau apa-apa.
Sehingga gak mikirin apapun,
Dan gak terbeban apapun tentunya..
Menjadi seseorang yang tidak peduli..
Tapi entah kenapa idealisme saya berteriak keras sekali setiap pemikiran itu melintas di kepala.
Terasa sangat pekak di telinga sampai akhirnya saya harus segera sadar bahwa pemikiran itu hampir meledakkan hal yang saya yakini benar.
Ternyata idealisme itu berteriak dari dalam hati.
Ketidaksinkronan antara otak dan hati ini seharusnya sudah membuat seseorang pantas untuk masuk rumah sakit jiwa.
Tapi tidak buat saya,
Karena saya masih punya keimanan yang cukup kuat untuk menyadari bahwa otak saya masih punya keyakinan..
Keyakinan bahwa:
namun tidak peduli adalah dosa..
Maaf ya para pembaca, ini sekedar coretan curhat yang saya sadari saat saya tengah membaca buku "Demokrasi Disensus, Politik dalam Paradoks". Entah kenapa saya merasa salah tempat baca buku filsafat politik begini. Di saat teman-teman saya sedang mengerjakan skripsi, belajar untuk persiapan ko-ass, dll, kenapa saya malah mencari pencerahan tentang sistem demokrasi yang baik..?
Tapi entah kenapa saya masih ada perasaan tertarik untuk melanjutkan membaca buku itu.
Yah, semoga kedepannya otak dan hati ini bisa terus sinkron..
Maaf ya kalo endingnya nyampah..
Nyampah di blog sendiri kan halal.. :)